Prabu Tajimalela menjadi sosok penting bagi masyarakat Kabupaten Sumedang. Sebab, sosok inilah yang mencetuskan nama Sumedang Larang pada saat masih zaman kerajaan. Namanya masih dikenang bahkan diabadikan menjadi salah satu nama perguruan pencak silat dan nama-nama lainnya di Jawa Barat. Salah satu petilasan Prabu Tajimalela yang sering didatangi pengunjung adalah yang berada di puncak Gunung Lingga atau di dekat Dusun Sempurmayung, Desa Cimarga, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang. Di sana terdapat sebuah tumpukan bebatuan yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Prabu Tajimalela atau sebagian warga mengenalnya dengan istilah ngahiyang.
Kawasan petilasan Tajimalela sendiri ditetapkan sebagai kawasan Cagar Budaya oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten. Hal itu sebagaimana plang besi yang terpampang di lokasi tersebut. Namun, bagi pengunjung yang ingin ke petilasan dibutuhkan sedikit usaha. Sebab, pengunjung akan memasuki kawasan hutan serta dihadapkan dengan medan cukup menantang, yakni menapaki 460 anak tangga sebelum sampai ke puncak Gunung Lingga atau tempat petilasan itu berada. Dari informasi yang dihimpun, puncak Gunung Lingga berada di ketinggian kurang lebih 1.200 meter dpl (di atas permukaan laut).
Salah seorang petugas dari BPCB Banten, Didi Suandi (47) menuturkan kawasan Gunung Lingga menjadi tempat terakhir bagi Prabu Tajimalela melakukan pertapaannya setelah menyelesaikan pertapaan di Gunung Simpai yang berada di wilayah Cibugel, Sumedang. "Di sini eyang Prabu (Tajimalela) harus tapa brata terakhir, dan sama anak-anaknya saat itu disangkanya bahwa eyang Prabu Tajimalela ini sudah meninggal, tapi saat di lihat ke lokasi ternyata eyang Prabu sudah tidak ada," tutur Didi kepada detikJabar di lokasi, Jumat (20/1/2023). Didi mengungkapkan, petilasan Prabu Tajimalela sendiri dulunya dinamai sebagai makam watu. Hal itu tidak lain lantaran dikelilingi oleh bebatuan. Dari bebatuan-bebatuan itu, sambung Didi, ada diantaranya bebatuan yang menjadi makam Tajimalela. Bebatuan tersebut yakni bebatuan yang memiliki dua tengger atau tutungul. "Kemudian ada batu lainnya, yakni batu tempat bertapa dan batu tempat bersembahyangnya Prabu Tajimalela," ujarnya.
Petilasan Tajimalela sering dikunjungi oleh para peziarah terutama pada waktu-waktu tertentu. Sementara pada hari biasa pengunjung yang datang kurang lebih 5 orang. "Pengunjung ramainya itu biasanya pas bulan mulud dan kliwonan, ada sekitar 60 orangan, kalau hari biasa 5 orangan lah setiap harinya," ujarnya. Bagi pengunjung yang ingin berziarah ke petilasan Prabu Tajimalela tiket masuknya hanya ditarif sebesar Rp 2 ribu. Selain petilasan, di sana juga terdapat sebuah Tugu Ikrar dari Prajurit Yonif 202/Tajimalela. Salah satu bunyinya adalah Kami Prajurit Yonif 202/TM Adalah Insan Hamba Tuhan yang Bertaqwa. Di sana juga terdapat beberapa bangunan rumah sederhana untuk tempat berteduh dan beristirahat bagi pengunjung yang datang. Lokasi petilasan Prabu Tajimalela sendiri diperkirakan berjarak 26 kilometer dari Alun-alun Sumedang. Ada dua pilihan akses jalan.
Pertama, dari jalan Raya Sumedang - Wado, seusai tiba di Kecamatan Cisitu, pengunjung bisa mengarahkan kendaraannya menuju ke Kasongambang, Ramoseh - Batudua - Cimarga.
Sementara akses jalan kedua, masih dari Jalan Raya Sumedang - Wado, seusai tiba di kawasan Kecamatan Cisitu atau di Desa Cinangsi ambil jalur menuju ke Pasiringkig - Ciumpleng - Cimarga. Menurut informasi dari warga, pengunjung alangkah baiknya melalui akses jalan yang pertama. Sebab, selain dapat dilalui dua unit kendaraan roda empat, akses jalannya terhitung baik meski ada beberapa ratus meter masih berupa bebatuan saat akan tiba ke dusun terdekat dengan lokasi.
Baca artikel detikjabar, "Menapaki Jejak Prabu Tajimalela di Puncak Gunung Lingga Sumedang"
selengkapnya https://www.detik.com/jabar/wisata/d-6527211/menapaki-jejak-prabu-tajimalela-di-puncak-gunung-lingga-sumedang.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/