Tugu Binokasih Sumedang

Tugu Binokasih Sumedang adalah sebuah monumen selamat datang ke Kota Sumedang dari arah Bandung.

Daerah lingkungan Monumen Tugu Taman Endog

Ini merupakan daerah Taman Endog bagian Jembatan Pasifik

Masjid Agung Sumedang

Penampakan bagian atap Masjid Agung Sumedang.

Bendungan Jatigede Sumedang

Ini adalah penampakan bagian Bendungan Jatigede Sumedang.

Jans Park Sumedang

Salah satu bagian dari Jatinangor Park Nasional Sumedang.

Menapaki Jejak Prabu Tajimalela di Puncak Gunung Lingga Sumedang

Sumedang -

Prabu Tajimalela menjadi sosok penting bagi masyarakat Kabupaten Sumedang. Sebab, sosok inilah yang mencetuskan nama Sumedang Larang pada saat masih zaman kerajaan. Namanya masih dikenang bahkan diabadikan menjadi salah satu nama perguruan pencak silat dan nama-nama lainnya di Jawa Barat. Salah satu petilasan Prabu Tajimalela yang sering didatangi pengunjung adalah yang berada di puncak Gunung Lingga atau di dekat Dusun Sempurmayung, Desa Cimarga, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang. Di sana terdapat sebuah tumpukan bebatuan yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Prabu Tajimalela atau sebagian warga mengenalnya dengan istilah ngahiyang.

Kawasan petilasan Tajimalela sendiri ditetapkan sebagai kawasan Cagar Budaya oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Banten. Hal itu sebagaimana plang besi yang terpampang di lokasi tersebut. Namun, bagi pengunjung yang ingin ke petilasan dibutuhkan sedikit usaha. Sebab, pengunjung akan memasuki kawasan hutan serta dihadapkan dengan medan cukup menantang, yakni menapaki 460 anak tangga sebelum sampai ke puncak Gunung Lingga atau tempat petilasan itu berada. Dari informasi yang dihimpun, puncak Gunung Lingga berada di ketinggian kurang lebih 1.200 meter dpl (di atas permukaan laut).

Salah seorang petugas dari BPCB Banten, Didi Suandi (47) menuturkan kawasan Gunung Lingga menjadi tempat terakhir bagi Prabu Tajimalela melakukan pertapaannya setelah menyelesaikan pertapaan di Gunung Simpai yang berada di wilayah Cibugel, Sumedang. "Di sini eyang Prabu (Tajimalela) harus tapa brata terakhir, dan sama anak-anaknya saat itu disangkanya bahwa eyang Prabu Tajimalela ini sudah meninggal, tapi saat di lihat ke lokasi ternyata eyang Prabu sudah tidak ada," tutur Didi kepada detikJabar di lokasi, Jumat (20/1/2023). Didi mengungkapkan, petilasan Prabu Tajimalela sendiri dulunya dinamai sebagai makam watu. Hal itu tidak lain lantaran dikelilingi oleh bebatuan. Dari bebatuan-bebatuan itu, sambung Didi, ada diantaranya bebatuan yang menjadi makam Tajimalela. Bebatuan tersebut yakni bebatuan yang memiliki dua tengger atau tutungul. "Kemudian ada batu lainnya, yakni batu tempat bertapa dan batu tempat bersembahyangnya Prabu Tajimalela," ujarnya.

Petilasan Tajimalela sering dikunjungi oleh para peziarah terutama pada waktu-waktu tertentu. Sementara pada hari biasa pengunjung yang datang kurang lebih 5 orang. "Pengunjung ramainya itu biasanya pas bulan mulud dan kliwonan, ada sekitar 60 orangan, kalau hari biasa 5 orangan lah setiap harinya," ujarnya. Bagi pengunjung yang ingin berziarah ke petilasan Prabu Tajimalela tiket masuknya hanya ditarif sebesar Rp 2 ribu. Selain petilasan, di sana juga terdapat sebuah Tugu Ikrar dari Prajurit Yonif 202/Tajimalela. Salah satu bunyinya adalah Kami Prajurit Yonif 202/TM Adalah Insan Hamba Tuhan yang Bertaqwa. Di sana juga terdapat beberapa bangunan rumah sederhana untuk tempat berteduh dan beristirahat bagi pengunjung yang datang. Lokasi petilasan Prabu Tajimalela sendiri diperkirakan berjarak 26 kilometer dari Alun-alun Sumedang. Ada dua pilihan akses jalan.

Pertama, dari jalan Raya Sumedang - Wado, seusai tiba di Kecamatan Cisitu, pengunjung bisa mengarahkan kendaraannya menuju ke Kasongambang, Ramoseh - Batudua - Cimarga.

Sementara akses jalan kedua, masih dari Jalan Raya Sumedang - Wado, seusai tiba di kawasan Kecamatan Cisitu atau di Desa Cinangsi ambil jalur menuju ke Pasiringkig - Ciumpleng - Cimarga. Menurut informasi dari warga, pengunjung alangkah baiknya melalui akses jalan yang pertama. Sebab, selain dapat dilalui dua unit kendaraan roda empat, akses jalannya terhitung baik meski ada beberapa ratus meter masih berupa bebatuan saat akan tiba ke dusun terdekat dengan lokasi.

Baca artikel detikjabar, "Menapaki Jejak Prabu Tajimalela di Puncak Gunung Lingga Sumedang"

selengkapnya https://www.detik.com/jabar/wisata/d-6527211/menapaki-jejak-prabu-tajimalela-di-puncak-gunung-lingga-sumedang.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Sosok Prabu Tajimalela Sang Pencetus Sumedang Larang

Sumedang -

Prabu Tajimalela menjadi sosok penting bagi masyarakat Kabupaten Sumedang. Sosok inilah yang mencetuskan nama Sumedang Larang pada saat masih zaman kerajaan. Salah satu petilasan Prabu Tajimalela yang sering didatangi pengunjung adalah yang berada di puncak Gunung Lingga atau di dekat Dusun Sempurmayung, Desa Cimarga, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang. Prabu Tajimalela memiliki nama lain, yakni Batara Tungtang Buana. Ia adalah pewaris tahta dari Kerajaan Tembong Agung yang didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih yang tidak lain adalah ayahnya sendiri. Ayahnya itu memerintah sekitar tahun 1.500 Masehi.

Hal itu sebagaimana dikutip dari Jurnal Patanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 154-168; Sejarah Kerajaan Sumedang Larang oleh Euis Thresnawaty S. Prabu Guru Aji Putih terlahir dari Aria Bimaraksa dengan Dewi Komalasari. Aria Bimaraksa sendiri adalah cucu dari Wretikandayun atau pendiri kerajaan Sunda Galuh pada 612 Masehi. Prabu Guru Aji Putih lalu menikahi Dewi Nawangwulan dengan melahirkan empat orang putra diantaranya berturut-turut Prabu Tajimalela, Aji Saka, Haris Darma dan Langlang Buana.

Kerajaan Tembong Agung menjadi kerajaan berpengaruh. Selain mendapat dukungan dari salah satu kerajaan besar di tatar Sunda, yakni Kerajaan Galuh, Kerajaan Tembong Agung juga telah mampu menyatukan dusun-dusun yang tersebar di kaki gunung di sekitaran Sumedang kini dan sebagian Majalengka dan Kuningan. Saat Prabu Guru Aji Putih meninggal dunia, estafet kerajaan dilanjutkan oleh putra sulungnya, yakni Batara Tungtang Buana atau yang lebih dikenal dengan Prabu Tajimalela. Di tangan Batara Tungtang atau Prabu Tajimalela inilah Kerajaan Tembong Agung berubah nama menjadi Sumedang Larang. Nama tersebut, dipilihnya setelah dirinya mempelajari ilmu Kasumedangan. Ilmu Kasumedangan dalam sumber tradisi disebutkan, Batara Tungtang melakukan perjalanan ke beberapa tempat termasuk Gunung. Hingga ia memutuskan untuk berhenti di Gunung Mandala Sakti yang berada di sekitar Situraja.

Konon di sanalah ia memperoleh ilmu Kasumedangan. Dari sekembalinya dari sana pula ia lebih memilih kerajaannya bernama Sumedang Larang dan mengganti namanya menjadi Prabu Tajimalela. Masih dalam Jurnal Patanjala disebutkan bahwa kata Sumedang berasal dari sebuah kalimat insun medal, insun madangan. Kalimat tersebut mengacu pada kejadian saat Prabu Tajimalela menobatkan anak keduanya, yakni Gajah Agung sebagai penerus Tahta Kerajaan kelak.

Saat itu, terjadi peristiwa langit yang diterangi oleh cahaya. Melihat peristiwa itu ia pun mengucapkan sebuah kalimat Ingsun medal, ingsun madangan, kaulabijil, kaulanyaangan (aku terlahir, aku memberi penerangan). Maka dari situlah kata Sumedang terlahir. Dalam buku Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942 karya Nina H Lubis (1998); disebutkan bahwa dalam tradisi Sunda sebelum pengaruh Mataram masuk, konsep kekuasaan tersirat dalam naskah amanat Galunggung. Dalam naskah itu dinyatakan bahwa seseorang dapat menjadi penguasa di suatu daerah apabila ia menguasai kabuyutan di daerah tersebut. Bila seorang raja berhasil menguasai kabuyutan dengan cara bertapa maka akan mendapat kejayaan dan kekayaan. Dalam hal ini, kekuasaan dicapai dari sesuatu yang keramat, sedangkan kekayaan hanyalah sebagai atribut kekuasaan.

Salah seorang petugas dari BPCB Banten atau yang menjaga petilasan Prabu Tajimalela, Didi Suandi (47) menuturkan kawasan Gunung Lingga menjadi tempat terakhir bagi Prabu Tajimalela melakukan pertapaannya setelah menyelesaikan pertapaan di Gunung Simpai yang berada di wilayah Cibugel, Sumedang. "Di sini eyang Prabu (Tajimalela) harus tapa brata terakhir, dan sama anak-anaknya saat itu disangkannya bahwa eyang Prabu Tajimalela ini sudah meninggal, tapi saat di lihat ke lokasi ternyata eyang Prabu sudah tidak ada," tutur Didi kepada detikjabar di lokasi, Jumat (20/1/2023). Didi mengungkapkan, petilasan Prabu Tajimalela sendiri dulunya dinamai sebagai makam watu. Hal itu tidak lain lantaran dikelilingi oleh bebatuan. Dari bebatuan-bebatuan itu, sambung Didi, ada diantaranya bebatuan yang menjadi makam Tajimalela. Bebatuan tersebut yakni bebatuan yang memiliki dua tengger atau tutungul. "Kemudian ada batu lainnya, yakni batu tempat bertapa dan batu tempat bersembahyangnya Prabu Tajimalela," ujarnya.

Baca artikel detikjabar, "Sosok Prabu Tajimalela Sang Pencetus Sumedang Larang"

selengkapnya https://www.detik.com/jabar/budaya/d-6527304/sosok-prabu-tajimalela-sang-pencetus-sumedang-larang.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Selimut Misteri Mata Air Asin di Sumedang

Bandung -

Wilayah di Jawa Barat, khususnya di zona Bandung Raya, umumnya merupakan daerah yang didominasi perbukitan maupun pegunungan. Sehingga, alam Jawa Barat banyak menyuguhkan pemandangan alami yang dipercantik hamparan sawah hingga perkebunannya yang begitu luas. Namun di sebuah dusun kecil di Kabupaten Sumedang, terdapat fenomena yang berlawanan dengan kondisi alam di sana. Di tengah hamparan luas, bermunculan mata air dengan rasa asin layaknya sebuah daratan yang lokasinya dekat kawasan pesisir.

Fenomena alam unik itu terjadi di Blok Ciseupan atau antara Desa Ciuyah dan Desa Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang. Di sana terdapat sumber mata air yang memiliki kandungan dengan rasa asin cukup pekat. Tak hanya itu, dari dasar mata air itu tampak mengeluarkan gelembung-gelembung udara. Salah satu lokasi mata air itu bisa ditemukan di area pesawahan milik warga bernama Uka (68). Ia mengaku menemukan mata air itu 10 tahun lalu dan sekarang sudah ia gali hingga menjadi seperti kolam. Uka menjadi semakin penasaran dengan keberadaan mata air tersebut. Selain mengeluarkan gelembung, di bawah mata airnya juga terdapat lumpur. Uka juga tidak mengerti bagaimana mata air ini rasanya bisa menjadi asin. Ia hanya mendapat cerita rasa asin yang terkandung di dalamnya tidak terlepas dari asal usul nama sebuah dusun yang tidak lain adalah Dusun Ciuyah (dalam bahasa Sunda Ci yang berarti kependekan dari cai atau air dan uyah yang berarti garam). "Jadi di sini itu dulunya memang sudah ada Dusun Ciuyah. Kalau sekarang Dusun Ciuyah itu sebagian wilayahnya ada yang masuk ke Desa Cisarua, Kecamatan Cisarua. Tapi kalau kenapa air di sini itu rasanya asin, emak juga tidak tahu," ucapnya.

Tak hanya di kalangan warga, Kepala Desa Ciuyah Suharja tidak memahami kenapa mata air itu memiliki kandungan air yang rasanya asin. Meski dulu sempat ada penelitian dari tim Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk membawa sampel airnya, namun hingga kini belum ada kabar lanjutannya. "Dulu pernah datang ke sini dari ITB dan mengambil sampel air itu tapi hingga kini belum tahu hasilnya seperti apa," terangnya. Menurutnya, rasa asin yang terkandung di dalam mata air itu kemungkinannya dipengaruhi keberadaan Gunung Tampomas yang jaraknya tidak begitu jauh. Bukan hanya itu, mata air ini konon keberadaannya tidak pernah surut meski memasuki musim kemarau "Kayaknya mungkin karena keberadaan Gunung Tampomas, sebab gunung itu kan biasanya ada yang mengeluarkan air belerang panas, nah kalau ke sini mungkin sisa-sisanya yang menghasilkan air asin," paparnya.

Namun terlepas dari itu, kata dia, rasa asin yang terkandung di dalam sumber mata air masih menjadi misteri hingga kini. "Jadi sepertinya, lokasi mata air itu mah kayanya merupakan situs sejarah Sumedang yang belum ke buka," ujarnya.

Penjelasan Badan Geologi

Teka-teki mata air asin di Sumedang itu pun lalu dijelaskan Penyelidik Bumi Muda di Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Budi Joko Purnomo. Menurutnya,, fenomena tersebut bagi para geolog merupakan fenomena biasa. Mata air seperti itu, sambung dia, banyak ditemui di daratan pulau Jawa sepeti di Jawa Timur hingga Jawa Tengah. Tapi bagi Budi, mata air di Sumedang itu punya keistimewaan tersendiri. Sebab, dia muncul dari permukaan tanah yang dangkal. Sementara di daerah lain, biasanya berada pada kedalaman puluhan hingga ratusan meter di bawah tanah. "Uniknya itu saja sih, kalau di daerah lain itu biasa ditemukan dari kedalaman beberapa puluh atau ratus, meter tapi di Ciuyah Sumedang ini, kalau baca di berita, bahkan ada rembesan-rembesannya yang muncul ke permukaan," terangnya.

Budi menjelaskan secara ilmiah terkait fenomena kemunculan mata air asin tersebut. Menurutnya kawasan yang memunculkan mata air asin ada kemungkinan dulunya merupakan kawasan lautan pada saat puluhan atau jutaan tahun lalu. Fenomena ini terjadi akibat adanya kemungkinan kawasan lautan purba di sana terjebak komposisi tanah yang sudah menjadi daratan. Lambat laun, air yang mengendap kemudian muncul yang awalnya masih tersimpan di lapisan bebatuan. "Nah dalam kondisi ini, kemungkinan telah terjadi adanya rekahan pada lapisan batuan itu, sehingga rembesan airnya muncul ke permukaan tanah kemudian membentuklah jadi mata air asin," terang Budi menambahkan. Ia pun mencontohkan keberadaan mata air asin di sekitaran Candi Borobudur, Jawa Tengah. Di sana dulunya kemungkinan merupakan kawasan danau atau rawa.

"Di sana juga dulunya mengalami proses penguapan yang intens sehingga airnya jadi agak asin, lalu lambat laun semakin terendapkan menjadi sedimen-sedimen hingga tertutup oleh lapisan tanah seperti sekarang dan pada saat dilakukan pengeboran lebih dari 50 meter saat sekarang, itu akan keluar air sedikit asin," paparnya. Selain itu, ia menegaskan keberadaan mata air asin di Desa Cisuyah, Sumedang tidak ada kaitannya dengan keberadaan Gunung Tampomas. Begitu juga dengan keberadaan pepohonan di sana. "Jadi itu tidak ada kaitannya dengan Gunung Tampomas, itu berbeda sistem," ujarnya. "Terus itu juga bukan disebabkan karena ada pepohonan di sana, sebab sistem ini terbentuknya sudah puluhan atau jutaan tahun lalu, sudah lama sekali," terang Budi menambahkan.

Hasil Pengecekan

Budi dan timnya lalu mengecek keberadaan mata air asin tersebut. Hasil pengecekan didapati bahwa mata air asin tersebut disarankan tidak dikonsumsi (diminum). Menurutnya mata air asin yang muncul di Desa Ciuyah berada di lahan persawahan dengan tipe terasering. Sementara debit mata air yang keluar terbilang kecil atau kurang dari setengah liter per detik, dengan tingkat kadar garamnya terbilang cukup tinggi. Budi pun menyarankan mata air asin di Desa Ciuyah sebaiknya tidak untuk dikonsumsi, terlebih dikonsumsi secara kontinyu. "Harusnya tidak ya (tidak dikonsumsi), ini sekarang kita baru melihat tingkat kegaramannya, itu asin sekali, tinggi sekali, jadi itu bisa berbahaya pada ginjal, apalagi dikonsumsi dalam jangka waktu lama, jadi sebaiknya jangan," terangnya.

Untuk lebih memastikan kandungan dari mata air asin tersebut, Tim dari Badan Geologi pun mengambil sampel air yang akan diperiksakan di laboratorium. "Air ini kami ambil sampelnya untuk diuji di laboratorium Badan Geologi Kementerian ESDM, untuk mengetahui kandungan mineral, kandungan isotop dan kandungan lainnya," ucapnya.

Baca artikel detikjabar, "Selimut Misteri Mata Air Asin di Sumedang"

selengkapnya https://www.detik.com/jabar/berita/d-6528718/selimut-misteri-mata-air-asin-di-sumedang.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Beredar Hoaks Penculikan 9 Siswa SD di Sumedang, Penyebarnya Diminta Klarifikasi

SUMEDANG, KOMPAS.com-

Kabar adanya penculikan sembilan pelajar SDN Pasirlaja dan SDN Sukanandur di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat tersebar luas di sejumlah media sosial seperti grup Facebook hingga WhatsApp. Namun, setelah ditelusuri polisi, kabar tersebut ternyata hoaks. "Sejak menerima informasi ini, saat itu juga saya memerintahkan Kapolsek Rancakalong untuk melakukan pengecekkan untuk memastikan terkait kebenaran kabar ini, namun ternyata hanya hoax," ujar Kepala Kepolisian Resor Sumedang AKBP Indra Setiawan kepada Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Jumat (20/1/2023).

Indra menuturkan, informasi yang beredar di media sosial tersebut yaitu "waspada penculikan anak sekolah baru terjadi di SDN Sukanandur dan SDN Pasirlaja, 9 orang siswa SD dipaksa masuk mobil". "Selain memastikan kabar tersebut adalah hoax, kami juga sudah memeriksa dua orang yang sudah menyebarkan berita tersebut," tutur Indra. Dari hasil pemeriksaan, kabar tersebut berawal dari status WhatsApp seorang warga berinisial EK (53). "EK adalah warga asal Kecamatan Sumedang Utara, yang memosting tulisan hoax tersebut, dan dari hasil pemeriksaan EK, ia mengaku menyebarkan informasi ini melalui status WA (WhatsApp). EK mengaku secara spontan membuat status tersebut setelah menerima informasi dan melihat fotoimbauan tentang penculikan anak dari orang lain yakni DC (37), warga Kecamatan Rancakalong. "Kemudian, dari hasil pemeriksaan terhadap DC, ia mengaku menerima informasi penculikan tersebut dari grup WhatsApp Kelas VI SDN Sukanandur," sebut Indra.

Indra mengatakan, isi berita di WhatsApp Kelas VI SDN Sukanandur menyatakan “Assalamualaikum, pa punten pami uih kedah sasarengan, ulah nyalira-nyalira aya culik melang” (Assalamualaikum, Pak maaf kalau pulang sekolah harus bareng-bareng, jangan sendiri-sendiri, ada penculik, khawatir). "Setelah itu DC menghubungi EK melalui telepon, dan dalam percakapannya DC menyebutkan, dapat informasi di WhatsApp Kelas VI, bahwa ada penculikan di SDN Sukanandur," ujar Indra.

Indra menambahkan, terkait informasi yang berujung pada kabar hoaks tersebut, EK dan DC tidak diproses lebih lanjut secara hukum. "Kedua pelaku ini hanya membuat surat pernyataan dan video klarifikasi. Karena dari hasil pemerikasaan, dapat kami simpulkan bahwa berita hoaks ini muncul akibat kesalahpahaman dan spontanitas saja," kata Indra.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Beredar Hoaks Penculikan 9 Siswa SD di Sumedang, Penyebarnya Diminta Klarifikasi", Klik untuk baca:

https://bandung.kompas.com/read/2023/01/20/115813278/beredar-hoaks-penculikan-9-siswa-sd-di-sumedang-penyebarnya-diminta?page=2.

Penulis : Kontributor Sumedang, Aam Aminullah

Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief

PUTING BELIUNG KEMBALI TERJANG PASEH SUMEDANG

Sumedang - Wilayah Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang kembali diterjang angin puting beliung pada Senin (23/1/2023) sore. Laporan sementara, 10 rumah rusak akibat peristiwa itu. Kepala Desa Paseh Kidul Lilih Muhammad menerangkan angin puting beliung menerjang kawasan pemukiman penduduk di Desa Paseh Kidul sekitar pukul 15.30 WIB.

"Angin bergerak sangat cepat sekali dari arah lapang mengarah ke Desa Paseh Kidul menuju ke RT 4, 5, 6, 7," terang Lilih kepada wartawan. Lilih menuturkan titik pusat kejadian ada di Dusun Paseh atau tepatnya di RT 02. Berdasarkan laporan sementara, menurutnya tidak ada korban dalam kejadian tersebut namun ada sekitar 10 rumah yang mengalami kerusakan. "Kerusakan rumah dominan menimpa bagian atap rumahnya lantaran tersapu angin. Selain itu ada workshop mebeler bagian asbesnya terangkat semua, terus ada juga kandang ayam sama asbesnya habis semua," paparnya

Selain tersapu kencangnya hantaman angin, ada satu rumah warga yang rusak akibat tertimpa pohon tumbang akibat angin tersebut. Pihaknya saat ini masih melakukan pendataan untuk mengetahui berapa jumlah rumah yang terdampak. "Begitupun dengan kerugian materi yang masih kita lakukan pendataan," ujarnya. Lilih menambahkan, pihaknya saat ini tengah bergotong royong bersama warga untuk mengevakuasi dan membetulkan rumah-rumah warga yang terdampak. "Kami baru beres evakuasi pohon yang tumbang di RW 2, RT 5, yang menghalangi jalan desa di batukarut dan barusan hampir selesai," terangnya.

Salah seorang warga Dusun Paseh, Desa Paseh Kidul, Erwin Apendi mengatakan, peristiwa angin putih beliung terjadi saat dirinya bersama anggota keluarganya sedang berada di dalam rumah. "Kejadian setelah ashar, kita lagi di dalam rumah tiba-tiba mendengar beberapa genteng berterbangan lalu disusul pohon menimpa atap rumah," terangnya. Saat itu, Erwin bersama dua anggota keluarganya langsung berlari keluar menyelamatkan diri untuk menjauh dari terjangan angin. Hingga mereka semua pun pada akhirnya selamat.

Kendati demikian, Erwin bersama keluarganya harus ikhlas menerima kerusakan yang menimpa rumahnya. "Rumah yang rusak itu atap ruang tengah, atap dapur, kandang ayam dan tempat mebeler," ujarnya. Kejadian serupa sebelumnya terjadi di wilayah Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang, Jumat (13/1/2023) sore. Informasi dihimpun detikjabar di lokasi saat itu, angin bergerak dari arah Dusun Cilegok, Desa Paseh Kidul menuju ke Dusun Cilalaren, Desa Paseh Kaler, Kecamatan Paseh. Saat itu, jumlah rumah yang terdampak angin puting beliung ada sekitar 10 unit rumah di Dusun Cilegok dan Dusun Cilalaren.

Laporan : Nur Azis - detikJabar

Bola Ganjil: Rekor Unik Barcelona, Real Madrid Cuma Bisa Gigit Jari

Liputan6.com, Jakarta - Barcelona dan Real Madrid menciptakan salah satu rivalitas terbesar di dunia sepak bola. Tidak hanya di Spanyol, sengketa mereka juga merambah ke pentas regional. Perseteruan El Azulgrana dan Los Blancos bisa dilihat pada trofi. Barcelona bertakhta 26 kali di La Liga, berbanding 35 milik Real Madrid. Tertinggal di ajang tersebut, Barcelona menebus dengan menguasai Copa del Rey dalam 31 kesempatan. Sementara Real Madrid baru berjaya 19 kali. Pada ajang lain, koleksi gelar mereka tidak terlalu berbeda. Di Piala Liga Spanyol, yang bergulir tahun 1982-1986, Barcelona mampu memenangkannya dua kali. Real Madrid cuma menguasai satu edisi.

Sedangkan Supercopa de Espana alias Piala Super Spanyol, Barcelona unggul 13 berbanding 12. Selain prestasi di lapangan, dua tim yang bertarung pada duel bertajuk El Clasico ini juga saling sikut dalam aspek lain, termasuk ekonomi. Keduanya bersaing untuk menentukan siapa yang lebih kaya. Real Madrid boleh tertawa karena saat ini berada pada posisi lebih stabil ketimbang musuh bebuyutan. Namun, Barcelona punya kelebihan yang tidak mungkin disamai Real Madrid.

Demi Nonton Reuni Messi vs Ronaldo, Pengusaha Arab Saudi Rela Bayar Rp39 Miliar

Liputan6.com, Jakarta -Pengusaha Arab Saudi rela membayar mahal demi menyaksikan duel klasik Lionel Messi dengan Cristiano Ronaldo. Laporan ESPN mengungkap sosok tersebut menggelontorkan dana hingga 2,6 juta dolar, atau setara dengan Rp39,4 miliar rupiah untuk membeli tiket VIP. Seperti diketahui, mantan rival El Clasico Messi dan Ronaldo memang bakal kembali bersua di lapangan hijau dalam waktu dekat. Duo pemain yang digadang-gadang sebagai pesepak bola terbaik era ini dijadwalkan melakoni pertandingan persahabatan yang dihelat di Stadion Internasional King Fahd pada Jumat (20/1/2023) pukul 00.00 WIB.

Adapun CR7 bakal menjadi bagian dari Riyadh XI, yang terdiri atas sejumlah penggawa top klub Arab Saudi Al-Hilal dan Al-Nassr. Sementara itu, La Pulga akan memperkuat sang raksasa Prancis Paris Saint-Germain (PSG) yang menjadi tempat berkariernya saat ini. Seperti diketahui, laga persahabatan Riyadh XI melawan PSG memang menyediakan tiket khusus bertajuk “Beyond Imagination”. Karcis itu dilelang oleh badan hiburan pemerintah Arab Saudi. Uang yang diperoleh akan disumbangkan untuk keperluan amal.

Sementara itu, pihak pemenang juga dijanjikan hadiah menarik berupa kesempatan bertemu Messi dan Ronaldo, sekaligus akses menuju ruang ganti tim. Menurut ESPN, penawaran tiket sejatinya hanya dimulai di harga 260.000 dolar. Namun, angka tersebut perlahan naik secara signifikan menjadi 2,6 juta dolar sebelum proses lelang ditutup. Penasihat Royal Court dan Kepala Otoritas Hiburan Umum Arab Saudi, Turki al-Sheikh lantas mengumumkan hasilnya melalui Twitter. Mushref al-Ghamdi ditetapkan sebagai pemenang berkat keberaniannya menggelontorkan dana 10 juta riyal (setara 2,6 juta dolar). "Selamat, Anda layak mendapatkannya, dan semoga Tuhan membalas Anda dengan kebaikan," tulis Sheikh, seperti dilansir dari Al Jazeera.