Sumedang - Sebuah prasasti terpampang di sebuah dinding tebing bebatuan di kawasan Cadas Pangeran atau tepatnya di jalur lama, Dusun Singkup, Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang.
Tulisan itu berbunyi 'Di bawah pimpinan Raden Demang Mangkoepradja dan di bawah penelitian Pangeran Koesoemah Dinata dibuat pada tahun 1811 dibobok dari tanggal sampai tanggal 12 Maret 1812'.
Lokasi prasasti itu berada, oleh warga setempat dikenal sebagai Cadas Lawang. Dalam bahasa Sunda lawang sendiri memiliki arti pintu atau jalan untuk keluar masuk.
Cadas Lawang adalah bagian dari ruas jalan lama dari Jalur Anyer-Panarukan yang dibangun pada saat Hindia Belanda diperintah oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1762-1818).
Jalur tersebut dikenal sebagai De Groote Postweg atau Jalan Raya Pos. Sebuah proyek pembangunan di bagian Utaranya Jawa. Proyek jalan itu terbentang dari Anyer (Barat Jawa) sampai Panarukan (Timur Jawa) atau berjarak sekitar 1.000 KM.
Titik lokasi Cadas Lawang juga sempat diabadikan oleh fotografer Belanda bernama Wijnand Elbert Kerkhoff. Foto berjudul Tjadas Pangeran menjadi salah satu foto dalam bukunya yang berjudul Het Paradijs van Java (Surga dari Jawa).
Endang Sonali (78), warga Desa Cijeruk, Kecamatan Pamulihan, Sumedang mengungkapkan, berdasarkan cerita sesepuhnya terdahulu, dinamakan Cadas Lawang lantaran lokasi itu menjadi pintu atau gerbang masuk menuju Sumedang pada saat dibangunnya jalur tersebut.
Cadas Lawang, kata Endang, merupakan bagian dari Gunung Cadas atau nama awal sebelum menjadi Cadas Pangeran. Dinamakan dengan Cadas Pangeran setelah adanya proyek pembangunan ruas jalan tersebut.
"Kata sesepuh dulu, kawasan ini itu dulunya bernama Gunung Cadas tapi setelah proses pembangunan jalan selesai oleh para pangeran maka berubah menjadi Cadas Pangeran," terangnya.
Endang menyebut, Cadas Lawang memang sudah dikenal dari sejak dulu. Titik lokasi Cadas Lawang berdekatan dengan sebuah gunung yang dinamakan Gunung Cepu.
"Di atas Cadas Lawang itu ada yang namanya Gunung Cepu, tidak jauh dari sana," ujarnya.
Cadas Lawang sering diziarahi oleh sejumlah orang di era kekinian. Konon di sana terdapat empat buah petilasan.
"Di sana ada empat petilasan yakni Eyang Dilaga Jaya Kusuma, Eyang Haji Ismaya, Eyang Saepi Geni dan Eyang Jagaraksa," ungkap Endang.
Sebagaimana namanya, Cadas Lawang memang memiliki kontur tebing berupa bebatuan cadas di kiri dan kanannya. Jika dari arah Bandung maka Cadas Lawang seolah menjadi gerbang untuk memasuki wilayah Sumedang kota. Sementara jika dari arah Sumedang sendiri maka Cadas Lawang seolah menjadi gerbangnya untuk memasuki wilayah Kota Bandung dan sekitarnya.
Dilansir dari situs resmi Dinas Binamarga dan Tata Ruang Provinsi Jawa Barat, https://dbmtr.jabarprov.go.id, Jalan Cadas Pangeran merupakan bagian dari jaringan jalan raya pos (de grote postweg) yang membentang dari ujung barat (Anyer) sampai ujung timur Pulau Jawa (Panarukan/Banyuwangi) atau membentang sepanjang 1.044 kilo meter.
Jalan tersebut dibangun semasa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels berkuasa di tanah Hindia Belanda (Indonesia sekarang) pada 1808-1811.
Kini, Jalan Cadas Pangeran sendiri memiliki dua jalur. Ada jalur lama atau jalur atas dan ada jalur baru atau jalur bawah.
Jalur atas merupakan jalan yang dibangun oleh Daendels pada 1808. Sementara jalur bawah adalah jalan yang dibangun oleh Bupati Sumedang, yakni Pangeran Aria Soeria Atmadja atau Pangeran Mekah pada 1908.
0 comments:
Posting Komentar