KHUTBAH JUM’AT TEMATIK TENTANG BERUSAHA KELUAR DARI ZONA KEMISKINAN

 

BEKERJA ADALAH IBADAH

Oleh :
Disampaikan Jum’at, 20 Oktober 2023

Royo Eko Wardoyo, S.Pd

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا . مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ . وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Nya. Sehingga kita bisa terus menebarkan kasih sayang sebagaimana sifat-Nya yang Ar-Rahman lagi Ar-Rahim.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Uswah Hasanah, Nabi Muhammad SAW. Kepada beliaulah kita belajar akhlak Islami, baik akhlak kepada diri sendiri, akhlak orang lain, dan masyarakat, maupun dalam konteks berbangsa dan bernegara, serta akhlak terhadap sesama makhluk baik hewan juga tumbuhan. 
Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT, kapan pun dan di mana pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah ta'ala.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Akhir-akhir ini, pemerintah lewat kementerian kesehatan gencar menyuarakan pencegahan stunting. Hal ini juga makin nyaring disuarakan oleh beberapa lembaga swasta dan organisasi kemasyarakatan. Lalu apa itu stunting?

Mengacu pada bulletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, stunting merupakan masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degenerative yaitu penyakit kronis yang memengaruhi saraf, pembuluh darah, hingga tulang atau penyakit yang mengiringi proses penuaan. Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Berdasarkan data keseluruhan balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk negara tertinggi ketiga di regional Asia Tenggara, South-East Asia Regional (SEAR). Tercatat dari 23 juta balita di Indonesia, 35,6 % mengalami stunting. Itu artinya ada sekitar 7,8 juta balita menderita stunting. Padahal, WHO menetapkan batas toleransi maksimal stunting sebuah negara di angka 20%. Karena angka stanting di Indonesia masih di atas 20%, maka kemudian WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk.

Tingginya kasus stunting di Indonesia menunjukkan bahwa bangsa ini masih lemah. Cita-cita bangsa untuk melahirkan generasi kuat masihlah jauh dan membutuhkan perjuangan yang lebih serius. Bukankah Allah SWT mengingatkan dalam QS. An-Nisa: 9 berikut ini :

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya :“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah danhendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar .” (QS. An-Nisa: 9)

“Lemah” sebagaimana ayat di atas, mengandung banyak pengertian. Bisa dimaknai lemah secara ekonomi, lemah iman, lemah karakter atau budi pekerti, dan lemah dalam ilmu pengetahuan. Termasuk juga lemah secara fisik yang kaitannya dengan kesehatan, seperti stunting.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH M Cholil Nafis, menyebut upaya percepatan penurunan stunting di Indonesia bisa dimulai dengan membangun keluarga maslahah.

Penyelesaian stunting tidak hanya melibatkan ibu, tetapi juga ayah sebagai anggota keluarga. Dalam keluarga, maslahah ini bukan hanya sakinah, mawaddah warahmah, tapi juga manfaah yang mencakup uswah, ta'sir, dan rahmah. Jadi ada proses menjadi teladan pada keluarga lain dan pengaruh pada org lain.

Keberadaan keluarga maslahah disebut akan membawa efek dalam lingkungan. Kehadirannya bukan hanya baik tapi juga memperbaiki, tidak sekadar saleh tapi juga muslih. Dalam QS Al Baqarah ayat 233 disebutkan, kewajiban ibu menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh dan ayah berkewajiban menanggung nafkah yang cukup, serta pakaian dengan cara yang ma’ruf.

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ

Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf....”.

Dalam I'anat at-Thalibin  jilid IV hal 100 disebutkan, "Diwajibkan kepada seorang ibu menyusukan kepada anaknya ('alluba' colestrum), yaitu susu yang keluar pertama-tama sesudah melahirkan dan masa keluarnya antara 3-7 hari." Colestrum ini disebut membuat anak menjadi lebih imun atau memiliki daya tahan tubuh yang baik.

Sedangkan bagi ayah/bapak, kewajibannya memberi makan kepada istri dan anaknya dengan cara ma’ruf artinya seorang suami mempunyai kewajiban memberi nafkah secara halalan toyyiban. Nafkah ini berkaitan dengan gizi, baik yang makro dan mikro sehingga sejak kandungan maupun setelah lahir anak-anak kita akan menjadi sehat dan jauh dari gejala stunting.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam Islam, rejeki memang menjadi urusan Allah SWT dan sebagai hamba-Nya, umat manusia diwajibkan untuk selalu berusaha sekuat tenaga untuk mencari rejeki yang halal. Bekerja merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan setiap orang. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam salah satu surat Al-qur’an :

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Artinya : “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Q.S. Al-Mu’minun : 51)

Dalam QS. Al-Jumuah ayat 10 Allah SWT juga menjelaskan bahwa setelah menjalankan shalat maka hendaklan kita menyebar di seluruh permukaan bumi ini dengan tujuan mencari karunia Allah SWT. Akan tetapi, hendaknya kita tetap mengingat Allah sebanyak-banyaknya supaya kita beruntung.

Kemudian, dalam QS. Al-Mulk ayat 15 dijelaskan bahwa Allah-lah yang sudah menjadikan bumi itu mudah untuk kita jelajahi. Maka, jelajahilah ke semua penjuru dan makanlah sebagian dari rejeki yang sudah Allah berikan. Karena hanya kepada Allah-lah kita akan kembali setelah dibangkitkan.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Pemenuhan nafkah keluarga merupakan kewajiban bagi seorang tulang punggung keluarga, yakni suami. Pemenuhan nafkah keluarga harus bersumber dari jalan yang halal. Rasulullah SAW dalam berbagai riwayat sangat mengapresiasi orang-orang yang menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Rasulullah menyebutkan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarganya dari jerih payahnya bernilai sedekah.

وقد قال صلى الله عليه و سلم ما أنفقه الرجل على أهله فهو صدقة وإن الرجل ليؤجر في اللقمة يرفعها إلى في امرأته 

Artinya : Rasulullah SAW bersabda, Nafkah yang diberikan seorang kepala rumah tangga kepada keluarganya bernilai sedekah. Sungguh, seseorang diberi ganjaran karena meski sesuap nasi yang dia masukkan ke dalam mulut keluarganya”. (HR Muttafaq alaih).

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga menyebutkan bahwa tulang punggung keluarga yang mencari nafkah untuk keluarganya kelak akan mendapatkan derajat yang tinggi di akhirat. Mereka akan berdekatan dengan Rasulullah SAW di surga.

 وقال صلى الله عليه و سلم من حسنت صلاته وكثر عياله وقل ماله ولم يغتب المسلمين كان معي في الجنة كهاتين

Artinya : Rasulullah SAW bersabda, Siapa saja yang baik shalatnya, banyak keluarganya, sedikit hartanya, dan tidak melakukan ghibah terhadap umat Islam, kelak ia bersamaku di surga seperti dua ini (sambil mengisyaratkan dua jari),” (HR Abu Yala dari sahabat Abu Said Al-Khudri).

Rasulullah SAW pada sebuah riwayat menyebutkan bahwa Allah mencintai pekerja keras yang mencari nafkah bagi keluarganya. Allah mencintai tulang punggung keluarga yang memilih bekerja keras daripada meminta-minta untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya. Imam Al-Ghazali mengutip hadits riwayat Ibnu Majah dari Imran bin Hushain sebagai berikut:

 وفي حديث آخر إن الله يحب الفقير المتعفف أبا العيال

Artinya : Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda, Allah menyukai orang fakir yang apik dan yang menjadi tulang punggung keluarga’”. (HR Ibnu Majah).

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Rasulullah bahkan menyebut besarnya keutamaan usaha mencari nafkah bagi keluarga. Usaha mencari nafkah bagi keluarga merupakan salah satu penghapus dosa yang tidak dapat terhapus oleh istighfar karena keistimewaan usaha mencari nafkah.

 عن رسول الله صلى الله عليه و سلم أنه قال من الذنوب ذنوب لا يكفرها إلا الهم بطلب المعيشة 

Artinya : Dari Rasulullah saw, ia bersabda, Dari sekian dosa terdapat jenis dosa yang tidak dapat ditebus kecuali dengan kebimbangan untuk mencari penghidupan (keluarga).” (At-Thabarani, Abu Nuaim, dan Al-Khatib).

Rasulullah SAW menjamin surga bagi kepala keluarga yang menafkahi, membesarkan, dan mendidik putri-putrinya sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang mandiri.

 وقال صلى الله عليه و سلم من كان له ثلاث بنات فأنفق عليهن وأحسن إليهن حتى يغنيهن الله عنه أوجب الله له الجنة ألبتة ألبتة إلا أن يعمل عملا لا يغفر له 

Artinya, Rasulullah bersabda, Siapa saja yang memiliki tiga putri, lalu memenuhi nafkah mereka dan memperlakukan mereka dengan baik sehingga Allah menjadikan mereka mandiri terhadap ayahnya, niscaya Allah jadikan surga untuknya  sama sekali kecuali ia mengamalkan jenis dosa yang tidak dapat diampuni (seperti syirik)," (HR Al-Kharaithi).(Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: II/37).

Dengan redaksi berbeda, Rasulullah menegaskan jaminan surga bagi kepala keluarga yang menafkahi, mengasuh, mendidik, hingga mengantarkan putrinya ke dalam perkawinan.

 ولأبي داود واللفظ له والترمذي من حديث أبي سعيد من عال ثلاث بنات فأدبهن وزوجهن وأحسن إليهن فله الجنة

Artinya, Dari Abu Said ra, Rasulullah bersabda, Siapa saja yang mengasuh tiga putri, lalu mendidik, kemudian mengawinkan, dan memperlakukan tiga putrinya itu, maka ia berhak mendapat surga,(HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).(Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: II/37).

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Nampak dari beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi di atas, betapa Islam melalui pesan Rasulullah menilai bahwa bekerja itu bukan hanya mencari dan mengumpulkan harta saja, tapi juga bernilai ibadah di hadapan Allah SWT :

وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ لِيُعِفَّهَا فَفِي سَبِيلِ اللهِ , وَمَنْ سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ

Artinya : “Siapa yang bekerja menghidupi dirinya sendiri agar terhormat (tidak meminta-minta) maka dia di jalan Allah, dan siapa yang bekerja untuk memperbanyak harta maka dia di jalan setan. (HR Thabrani).

Jadi, kalau kita lihat ada orang yang mengais rejeki dengan cara yang halal dan tak mau meminta, bisa jadi dia telah berjihad dan punya nilai terhormat di sisi Allah.

Maka tidak ada alasan bagi kaum muslimin untuk berpangku tangan dan menerima keadaan, sehingga sekalipun miskin tetap harus bekerja mengubah keadaan dan nasibnya sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah :

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.. (QS. Ar-Ra’d : 11)

Dan ingat, kefakiran atau kemiskinan itu sendiri harus dihindari sebagaimana isi do’a Rasulullah SAW :

اللّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْفَقْرِ، والفقر، وَالْقِلَّةِ، وَالذِّلَّةِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أَظْلِمَ أو أُظْلَمَ

Artinya : ''Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekafiran, kekurangan, dan kehinaan dan aku berlindung kepada-Mu dari (kondisi) didzalimi dan mendzalimi orang lain.'' (HR Ibnu Majjah dan Hakim dari Abu Hurairah).

بَارَكَ اللَّهُ لِىْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِيْ وَاِيَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَاِيَّاكُمْ تِلاَ وَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ

0 comments:

Posting Komentar