Sumedang - Konflik Palestina dengan Israel kembali meletus. Konflik kali ini bermula ketika Hamas menyerang Israel dan menewaskan 700 warga Israel dan menculik puluhan lainnya pada Sabtu, 7 Oktober 2023. Serangan itu menjadi yang mematikan sejak serangan Mesir dan Suriah dalam perang Yom Kippur 50 tahun lalu.
Seperti dilansir Tempo.co, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan bahwa Israel akan melakukan balas dendam besar-besaran. Israel kemudian membalas serangan pasukan Hamas pada Minggu, 8 Oktober 2023. Setidaknya lebih dari 400 orang, termasuk 20 anak-anak, dibunuh Israel dalam serangan balasan itu.
Hamas adalah singkatan dari Harakat Al-Muqawamah Al-Islamiyyah yang berarti “Gerakan Perlawanan Islam”. Ini adalah sebuah gerakan nasionalis dan militan Islam yang aktif di Tepi Barat dan Jalur Gaza dan memiliki tujuan mendirikan negara Islam yang merdeka di Palestina.
Dilansir dari Britanica, Hamas didirikan pada 1987 sebagai upaya untuk menentang Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dalam konteks konflik Israel-Palestina dan menentang usaha untuk menyerahkan sebagian wilayah Palestina kepada Israel.
Sebelum berdirinya Hamas, sejak 1970-an banyak aktivis Ikhwanul Muslimin mendirikan jaringan amal, klinik, dan sekolah di Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki oleh Israel setelah Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Kegiatan Ikhwanul Muslimin di dua wilayah ini pada awalnya berjalan tanpa kekerasan. Namun, beberapa kelompok kemudian mulai mendesak untuk jihad melawan Israel. Puncaknya terjadi pada Desember 1987, saat terjadi pemberontakan melawan pendudukan Israel, yang menjadi awal berdirinya Hamas. Ini merupakan awal dari apa yang kemudian dikenal sebagai Intifadah Palestina pertama.
Dikutip dari Encyclopedia of the Palestinians (2005) yang ditulis Phillip Mattar, salah satu pendiri Hamas, Sheikh Ahmed Yassin, dalam Piagam Hamas 1988 menyatakan bahwa tujuan Hamas adalah untuk membebaskan Palestina dari pendudukan Israel dan mendeklarasikan bahwa Palestina adalah tanah Islam yang tidak boleh diserahkan kepada non-Muslim.
Sejumlah serangan yang dilakukan Hamas menyebabkan Israel menangkap beberapa pemimpin, termasuk Sheikh Ahmed Yassin pada 1989. Selama beberapa tahun berikutnya, Hamas mengalami reorganisasi untuk memperkuat struktur komandonya dan menjaga pemimpin-pemimpin utamanya di luar jangkauan Israel.
Hamas kemudian mengecam perjanjian perdamaian 1993 antara Israel dan PLO. Hamas sering meningkatkan kampanye serangan bom bunuh diri. Ketua PLO, Yasser Arafat, berusaha untuk mengintegrasikan Hamas dalam proses politik dan menunjuk beberapa anggotanya ke posisi kepemimpinan di Otoritas Palestina.
Runtuhnya rencana damai antara Israel dan Palestina pada September 2000 menyebabkan peningkatan kekerasan. Konflik kekerasan yang meningkat pada awal 2000-an dikenal sebagai Intifadah Al-Aqsa (Intifadah Kedua), yang ditandai dengan tingkat kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak Intifadah Pertama. Aktivis Hamas semakin intensif dalam serangan terhadap warga Israel dan terlibat dalam serangkaian serangan bom bunuh diri.
Setelah Infadah Kedua, Hamas mulai mengoreksi dan memoderasi sikapnya tentang perdamaian. Pada 2006, Hamas ikut pemilihan legislatif. Sejak itu, para pemimpin senior Hamas telah berkali-kali menyatakan kesediaan mereka mendukung solusi dua negara berdasarkan perbatasan pra-1967. Kesediaan ini dituangkan dalam Dokumen Prinsip dan Kebijakan Umum 2017.
Namun, protes kembali terjadi di perbatasan Gaza pada 2018, dengan demonstran yang mencoba melintasi perbatasan ke Israel dan mengirimkan layang-layang serta balon pembakar ke wilayah Israel. Israel merespons dengan tindakan keras, yang mengakibatkan kematian 60 orang dan luka-luka pada 2.700 demonstran Palestina. Pada 2021, terjadi serangkaian konflik bersenjata antara Israel dan Hamas, yang merupakan yang terbesar sejak 2014.
Sumber : https://dunia.tempo.co/read/1782516/berdiri-sejak-1987-apa-tujuan-perjuangan-hamas
0 comments:
Posting Komentar