JELANG PEMILU, HINDARI MENGUMBAR AIB DIRI DAN
ORANG LAIN
Disampaikan Oleh : Royo Eko
Wardoyo, S.Pd
Di Masjid Al-Mu’minun Perum Citramas
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ
الْإِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ
الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا.
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ
بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا،
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ
يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ
رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ
فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ma'asyiral Muslimin
rahimakumullah,
Pertama-tama, marilah kita ucapkan syukur Alhamdulillah, karena pada
hari ini, kita masih bisa terus merasakan nikmat yang dianugerahkan Allah swt
kepada kita semua. Di antaranya adalah nikmat iman, islam dan hidayah Allah SWT
sehingga kita bisa tetap istiqomah menjalankan tugas utama kita hidup di dunia
yakni beribadah kepada Allah, sebagaimana yang dipermaklumkan oleh Allah SWT
dalam surat Adz Dzariyat, 56 :
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ
وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya:
“Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” Q.S.
Adz-dzariyat : 56
Kedua,
Sholawat serta salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW,
kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan mudah-mudahan kita mendapatkan
syafa’at beliau di Yaumul Akhir
nanti. Aamiin yaa rabbal ‘alamiin.
Ketiga, Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala, kapan pun dan di mana pun kita berada serta dalam keadaan sesulit apa pun dan dalam kondisi yang bagaimana pun, dengan cara melaksanakan segenap kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah ta'ala.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Menjelang
Pemilu 2024, kita sudah mulai melihat tayangan di berbagai media terkait dengan
agenda pesta demokrasi tersebut. Tak terkecuali di media sosial, sudah mulai
tersebar beragam informasinya. Hal tersebut menunjukkan keadaan yang bagus
untuk sebuah negara yang menjunjung asas demokrasi.
Namun, di sisi
lain, salah satu dampak negatif dari agenda lima tahunan ini adalah betapa
mudahnya seseorang baik di kehidupan nyata maupun media sosial, mulai membuka
aib yang tidak sepaham dengannya, melempar tudingan, mencari-cari kesalahan
orang lain, menyebarluaskannya dan bahkan mengarah kepada fitnah dan
kebohongan. Berkenaan dengan hal ini, Allah swt memberikan peringatan dalam
Al-Qur'an:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟
كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا
يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan dan aib orang lain dan janganlah kamu
menggunjing (ghibah) sebagian yang lain. Apakah seseorang dari kamu suka
memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka sudah tentu kamu jijik
kepadanya. (Oleh karena itu, jauhilah larangan-larangan yang tersebut) dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang." (QS Al-Hujurat: 12)
Selaras dengan
larangan Allah SWT tersebut, Rasulullah SAW juga melarang mengumbar aib orang
lain. Sebagaimana sabdanya:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا إِخْوَانًا
Artinya: "Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab prasangka itu adalah
ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain,
jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yang
bersaudara" (HR al-Bukhari).
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Dalam KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia), kata aib
memiliki arti malu, cela, noda, salah ataupun keliru. Aib dapat berupa
peristiwa, keadaan, atau suatu penjelasan. Seringkali aib sendiri maupun orang
lain diumbar secara sadar/tidak sadar kepada orang lain, bahkan diviralkan ke
media massa atau media sosial. Aib merupakan sesuatu yang digambarkan buruk,
tidak terpuji, dan negatif.
Agar kita
terhindar dari mengumbar aib diri dan orang lain, setidaknya ada 2
hal pengingat bagi kita. Pertama, selain mengingat ayat dan hadits yang
telah khatib baca dan terangkan di awal, secara psikologis tentu tidak ada
orang yang ingin aibnya tersebar. Termasuk diri kita sendiri. Maka, sebelum
kita memiliki pikiran buruk untuk menyebarkan aib orang lain, renungkanlah
apabila kita berada pada posisi orang yang disebar aibnya.
Kedua, kita juga
perlu mengingat keutamaan bagi orang-orang yang menutup aib orang lain.
Rasulullah SAW bersabda:
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي
اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Artinya: "Barang siapa menutupi aib seseorang, Allah akan menutupi aibnya
di dunia dan akhirat" (HR Muslim).
Orang hidup di
dunia ini, termasuk kita, pasti pernah berbuat dosa ataupun kesalahan yang bisa
menjadikan kita sangat malu, apabila diketahui oleh orang lain. Kita bisa
terlihat baik di mata orang lain pun semata-mata karena Rahmat Allah, yang
menutupi aib kita. Maka berupayalah untuk menutup aib diri kita sendiri, juga
orang lain.
Jadikan dosa yang
terlanjur pernah kita lakukan, sebagai wasilah permohonan ampun dan mendekatkan
diri kepada Allah swt. Leburlah dengan memperbanyak berbuat kebaikan.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah
Setidaknya ada dua
hal mendasar yang dapat diperankan oleh umat Islam dalam rangka pemilu atau
pemilihan umum 2024 ini.
Pertama, menjadi salah satu calon yang jujur dan bersih, baik
semasa proses pencalonan maupun masa setelah pemilihan.
Kedua, menjadi pemilih yang cerdas dan bertanggungjawab.
Caranya, umat Islam harus berpedoman pada norma ajaran agama dan mengedepankan
kepentingan hidup berbangsa dan bernegara di tengah kebhinekaan.
Entah nantinya
terpilih ataupun tidak, harus menjadi komitmen awal, bahwa keterlibatan dalam
politik praktis tidak lain adalah sebagai bentuk ibadah dan pengabdian.
Kekuasaan tidak ditasbihkan sebagai tujuan utama. Jabatan tidak lain adalah
amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hari akhir.
Sebagaimana
dijabarkan oleh Imam Ibnu Taimiyah (661-728 H) dalam kitab al-Siyasah al-Syar’iyyah fi Ishlahi al-Ra’i
wa al-Ra’iah, artikulasi kekuasaan dalam kaca mata politik Islam
adalah menjaga dan melaksanakan amanah (adai
al-amanat) dan menegakkan supremasi hukum (al-hukm bi al-‘adil). Hal
ini sebagaimana firman Allah swt dalam surat Al-Nisa’ ayat 58:
اِنَّ
اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا
حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا
يَعِظُكُمْ بِهٖۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًا ۢ بَصِيْرًا
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada
yang berhak menerimanya dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia,
hendaknya kalian menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
dan Maha Melihat.”Q.S. al-Nisa’ ayat 58.
Sebaliknya
menyia-nyiakan amanat merupakan larangan keras dalam Islam, sebagaimana
dijelaskan oleh al-Qur’an dalam surat
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا
اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Hai orang-orang
yang beriman janganlah kalian berkhianat kepada Allah dan RasulNya, dan
janganlah berkhianat atas amanat seraya kamu mengetahuinya."’) al-Anfal ayat 27)
Demikian khutbah yang singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah ta'ala memberikan kita kekuatan untuk berbuat kebaikan, serta menjauhkan kita dari hal-hal yang memunculkan kemarahan-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ