Kurikulum Merdeka Belajar: Pengertian, Tujuan, Karakteristik, hingga Prinsip Dasarnya

Sumedang - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah meluncurkan Kurikulum Merdeka sebagai pengganti Kurikulum 2013. Saat ini, Kurikulum Merdeka terus dicoba di sekolah-sekolah dan bakal menjadi kurikulum nasional pada 2024. Anda sudah tahu belum sih apa itu Kurikulum Merdeka? Nah, berikut ini penjelasan soal Kurikulum Merdeka, mulai dari pengertian, tujuan, karakteristik, hingga prinsip dasarnya:

Sebelum membahas Kurikulum Merdeka, ada baiknya kita memahami soal Merdeka Belajar. Ini adalah tujuan besar dari transformasi pendidikan yang digadang-gadang oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim. Tujuan utama Merdeka Belajar supaya semua murid mempunyai kesempatan belajar yang bermakna. Jadi, semua murid bisa mempunyai karakter dan kompetensi yang mereka perlukan untuk masa depannya.

Hal ini agar mereka bisa menjadi pelajar sepanjang hayat, menjadi manusia merdeka, mandiri, bisa berpikir, bertindak mandiri, dan mempunyai kompetensi menghadapi masa depan yang terus berubah. Tujuan dari Merdeka Belajar adalah karakter dan kompetensi murid. "Kurikulum Merdeka adalah alat untuk mencapai tujuan itu, jadi bukan tujuan itu sendiri. Keliru kalau kita menempatkan Kurikulum Merdeka sebagai tujuan," kata Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Anindito Aditomo (Nino), dalam siaran Live Instagram 'Tanya Nino' terkait Kurikulum Merdeka di Instagram @ninoaditomo dikutip Senin, 17 Juli 2023. Nino menjelaskan materi di dalam kurikulum bukan tujuan, melainkan alat. Itu adalah sarana untuk mengembangkan karakter dan kompetensi murid.

Jadi, tujuan mengajar bukan menyelesaikan materi. Materi ada untuk dipakai sebagai alat, untuk mengasah daya nalar, untuk mengasah keterampilan berpikir, keterampilan berpikir kreatif, kemauan gotong royong, kepercayaan diri dalam berkomunikasi, dan lainnya.

Prinsip dasar

Nino menjelaskan Kurikulum Merdeka dirancang sebagai alat fleksibel, alat yang memang bisa dan harus diterjemahkan dengan konteks karena setiap kelas dan sekolah berbeda-beda, serta murid yang dihadapi berbeda beda. Bahkan, satu sekolah yang sama, satu kelas yang sama dari tahun ke tahun menghadapi murid yang berbeda juga. Sehingga kurikulum yang cocok untuk satu kelas, satu sekolah itu sangat mungkin berbeda dari kurikulum yang cocok untuk sekolah lainnya, untuk kelas lainnya. "Prinsip dasarnya fleksibilitas, fokus pada materi esensial, pembelajaran supaya bisa mendalam, dan harus dikonteksualisasi oleh guru," papar Nino.

Karakteristik

Nino mengatakan di tingkat nasional pihaknya menyiapkan kerangka fleksibel yang harus diterjemahkan menjadi kurikulum dan perangkat pembelajaran yang kontekstual di sekolah dan kelas masing-masing. Hal ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Dia menjelaskan dalam teori kurikulum ada dua pendekatan yang digunakan perancang kebijakan kurikulum. Pendekatan pertama, yang digunakan sebelumnya di Kurikulum 2013 berasumsi guru tinggal melaksanakan saja. "Sehingga kurikulum di tingkat nasional dibuat sedemikian detail, sedemikian kaku, seperti resep langkah-langkah yang prosedur tinggal dijalankan saja oleh guru," ujar Nino.

Nino menyebut hal ini dilatarbelakangi ketakutan pengambil kebijakan karena melihat di Indonesia variasi kemampuan guru besar. Ada kesenjangan besar antar sekolah dan antar guru. Namun, kata dia, tidak lantas solusinya seperti tadi, kurikulumnya dibuat sedemikian kaku sehingga semua guru tinggal menjalankan saja. Dia mengakui di satu sisi ada kesenjangan, kemampuan guru antar sekolah, antar daerah di Indonesia. "Tetapi solusinya bukan menempatkan guru sebagai pelaksana. Ibaratnya, seperti tukang yang menunggu perintah saja. Di Kurikulum Merdeka kita memposisikan guru, kita mempercayai guru sebagai pendidik profesional. Pendidik profesional ini artinya apa? Ya, mereka punya kemampuan dan kemauan untuk terus belajar dan mengambil keputusan dan tindakan yang kontekstual yang paling cocok untuk muridnya," jelas dia. Nino mengatakan yang paling mengerti murid ialah gurunya, bukan pihak-pihak di pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Bapak Ibu guru lah yang ada di kelas yang berhadapan dengan murid sehari-hari yang mengerti konteks kebutuhan murdinya sendiri.

Karena itu, kata dia, harus memberi kepercayaan pada guru untuk melakukan kontekstualisasi untuk berpikir demi kepentingan murid dan yang terbaik untuk murid. Nino menyebut hal ini proses belajar, namun bila tidak diberikan kepercayaan, guru terus menerus diposisikan sebagai "tukang", pihak yang sekadar melaksanakan perintah arah kebijaksanaan dari pusat sampai kapan pun guru. "Kalau tidak dipercaya untuk bisa menjadi profesional, kapan bisa profesional? Di Kurikulum Merdeka posisi dasarnya sudah berubah, kita percaya guru mau dan mampu untuk terus belajar, untuk menyesuaikan, mengadaptasi, menerapkan kebijakan secara kontekstual termasuk dan terutama kurikulum dan pembelajaran ini," papar Nino.

Tujuan

Nino menyebut tujuan akhir dari Kurikulum Merdeka ialah supaya semua murid mempunyai karakter dan kompetensi yang mereka perlukan untuk masa depannya. Hal ini untuk menjadi manusia mandiri dan mau belajar sepanjang hayat.

0 comments:

Posting Komentar